Baby Don’t Cry Chapter 1

Published 11 September 2013 by intanst

Gambar

Tittle: Baby, Don’t Cry

Author: Intan ST, twitter: @Intan_ELFishy

Genre: Family, Romance

Rating: PG-15

Main Cast:      -Krystal f(x) as Cho Soojung

-Kim Jongin a.k.a Kai EXO-K

-Cho Kyuhyun Super Junior

-Kwon Yuri Girls’ Generation

Support Cast: -Lee Donghae Super Junior

Length: Twoshoot

Disclaimer: This fanfiction is original story of mine. The cast belongs to themselves. So, don’t bash me. Don’t copas, and don’t be a plagiarism.

Credit Poster: 94kaistal.tumblr.com

“Jika aku bisa memilih, lebih baik aku tidak usah dilahirkan saja. Karena… apa gunanya aku hidup kalau Ayah kandungku sendiri sama sekali tidak mengharapkan kehadiranku?”

Kyuhyun keluar dari dalam kamarnya dengan mengenakan setelan jas berwarna hitam dan putih yang klasik. Rambutnya yang masih setengah kering setelah dicuci nampak sedikit berantakan namun tidak mengurangi ketampanannya meski usianya kini sudah tidak muda lagi. Ia menikah saat berusia dua puluh empat tahun dan mendapatkan seorang putri pada tahun pertama pernikahannya. Usianya tergolong muda untuk seorang pria Korea yang memutuskan untuk menikah. Setelah kematian istrinya beberapa tahun yang lalu, ia tidak mempunyai niat untuk kembali menikah karena ia hanya mencintai istrinya seorang. Saat ini ia menjabat sebagai Presiden Direktur menggantikan Ayahnya yang melepaskan jabatannya enam tahun yang lalu di perusahaan keluarga, Cho Corporation.

Sambil membenarkan letak dasinya, Kyuhyun berjalan keruang makan yang langsung menghadap dapur di apartemennya. Seperti biasa, ia selalu memakan roti isi untuk sarapan sebelum kemudian berangkat ke kantor. Ia sedikit dikejutkan oleh seorang gadis yang kini sedang duduk memunggunginya sambil menyantap makanannya. Cho Soojung, putrinya yang kini telah berusia enam belas tahun. Biasanya putrinya itu sudah berangkat sekolah sebelum Kyuhyun bersiap ke kantor.

Suara langkah kaki Kyuhyun sepertinya telah membuat Soojung menyadari keberadaan sang Ayah dibelakangnya. Ia menoleh sebentar, kemudian melanjutkan menghabiskan makanannya.

“Kau belum berangkat?” Tanya Kyuhyun pelan namun tidak dihiraukan oleh Soojung. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya menuju washtafle untuk mencuci piring yang telah kosong. Hening. Hanya ada suara air mengalir dan gesekan kecil antara piring dan spon.

Kyuhyun memicingkan matanya saat melihat makanan yang terhidang diatas meja. Ramyeon. Ia menatap putrinya tak percaya. Pikirannya mengarah ke suatu hal. Apakah mungkin? “Kau yang membuatnya?” tanya Kyuhyun pelan.

Soojung melirik Ayahnya sebentar kemudian menjawab, “Terserah mau dimakan atau tidak.” Lalu meletakkan piring yang sudah bersih ke tempatnya, dan bergegas pergi. Tapi sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, Kyuhyun menahan tangannya.

“Tunggu sebentar,” Kyuhyun merogoh saku celananya untuk mengambil dompet, kemudian mengeluarkan sejumblah uang dan diulurkan pada Soojung. “Ambillah.”

Soojung menatap uluran tangan Ayahnya dengan heran. “Untuk apa? Bukankah selama ini Ayah selalu mentransfer uang ke rekeningku? Aku sudah cukup dengan semua itu, jadi Ayah tidak perlu memberiku uang saku lagi.” Soojung mengambil jeda sebelum melanjutkan kalimatnya. “Lagipula, tujuanku memasak bukan untuk mendapatkan tambahan uang dari Ayah. Kalau begitu aku pergi dulu.”

Kyuhyun tercengang mendengar perkataan anaknya. Dulu putrinya tidak seperti ini. Dulu Soojung adalah anak yang lembut dan sopan. Mungkin sikap Kyuhyun selama inilah yang sudah merubah Soojung menjadi anak yang dingin dan ketus seperti sekarang.

^^^

“Kenapa berhenti?” tanya Yuri saat putri kecilnya itu menghentikan langkah dan mengeratkan gandengan tangan mereka. Soojung tidak menjawab dan malah menatap gedung taman kanak-kanak yang dipenuhi oleh siswa dan para orangtua yang datang pada hari pertama masuk sekolah.

“Eomma…,” Soojung mendongak untuk menatap wajah Ibunya.

“Kenapa chagiya?” tanya Yuri lembut. Ia merasa cemas karena mungkin ia bisa menebak apa yang sedang dipikirkan putrinya saat ini.

“Kenapa Appa tidak ikut seperti Appa yang lainnya?” benar dugaannya. Soojung menanyakan kenapa Ayahnya tidak datang seperti siswa-siswi lain yang orangtuanya datang lengkap –Ayah dan Ibu-. Sebenarnya Yuri sudah mencoba membujuk Kyuhyun untuk datang menyertai mereka, namun sepertinya suaminya itu terlalu egois dan tidak mau melakukan hal apapun yang berkaitan dengan putri tunggal mereka.

 

Yuri berlutut guna menyamakan tinggi dengan anaknya yang saat ini baru berusia empat tahun. Kedua tangannya membingkai wajah Soojung dan mengusap pipi chubynya dengan lembut.

“Dengarkan Eomma, ne?” ucap Yuri pelan. “Saat ini Appa sedang sibuk jadi tidak bisa datang. Tapi suatu hari nanti saat Appamu ada waktu luang, ia pasti akan datang bersama kita dan mengantarkan kau pergi ke sekolah seperti yang lain. Kau percaya pada Eomma, kan?”

“Apa itu mungkin, Eomma?”

Yuri menatap lekat-lekat putrinya. “Tentu saja. Tapi Soojung juga harus bersabar menunggu hari itu tiba. Kau mau, kan?”

Soojung mengangguk dan tersenyum menunjukkan gigi susunya yang terawat. “Nde, arraseo.”

Yuri bernapas lega dan tersenyum lembut sambil mengelus puncak kepala Soojung pelan. “Anak pintar. Kalau begitu kajja kita masuk kedalam. Kau sudah tidak sabar kan ingin bertemu dengan teman-teman barumu.” Yuri kembali menggandeng tangan anaknya dan mengajak memasuki gedung.

 

 

^^^

Soojung menghirup udara dalam-dalam. Udara begitu segar pada musim semi ini. Langitpun tampak biru jernih tanpa segumpal awanpun. Suasana alam yang cerah, berbeda dengan hati Soojung saat ini.

“Eomma berbohong.” Lirihnya sambil menggenggam sebuah buku gambar ditangannya. Disaat teman-temannya sedang mengobrol satu sama lain dikoridor sekolah, cafetaria, atau tempat ramai lainnya disekolah ini, ia malah menyendiri di taman sekolah. Pikirannya tenggelam dalam kenangan bersama Ibunya bertahun-tahun yang lalu. Ia merindukan Ibunya, tentu saja. Ibu yang sangat disayanginya dan menyayanginya.

“Kenapa Eomma harus mengatakan semua itu padaku? Eomma jahat sekali. Tega sekali Eomma membuatku mengharapkan hal yang tidak mungkin bias terjadi.” Bisiknya begitu pelan yang mungkin hanya dapat didengar oleh dirinya sendiri.

“Appa. Bahkan sampai sekarang ia tidak pernah menunjukkan kasih sayang padaku. Sikapnya masih sama seperti dulu. Mengantarku sekolah sekalipun tidak pernah. Eomma… kenapa Eomma meninggalkanku bersama seorang Ayah yang bahkan sama sekali tidak peduli padaku?”

Perlahan air mata turun membasahi pipinya. Membuat aliran sungai kecil disana. Ia menangis dalam diam, menahan sesak dalam dadanya. “Aku ingin Ayah…” Soojung menggigit bibirnya menahan tangis. “Aku menginginkan seorang Ayah yang memperhatikanku.” Soojung memejamkan matanya, merasakan hembusan angin yang membelai halus rambutnya.

“Kau menangis lagi.” Soojung mendengar bisikan lembut itu. Ia membuka mata dan buru-buru menghapus jejak airmata diwajahnya. Saat ia menoleh, seorang laki-laki sudah duduk tepat disebelahnya.

“Ini sudah kesekian kalinya aku melihatmu menangis. Dan aku merasa tidak berguna karena tidak bisa menghapus airmata berharga itu.”

Kim Jongin, atau yang lebih dikenal dengan nama Kai. Salah satu siswa teladan disekolah yang memiliki banyak prestasi non akademik dibidang menari. Selain itu ia juga merupakan kapten basket yang dikagumi oleh banyak siswi perempuan. Dengan wajah yang tampan dan penampilan yang menunjang, menjadikannya idola disekolah. Sudah sejak beberapa minggu yang lalu Kai mencoba mendekati Soojung. Awalnya mereka tidak saling mengenal karena berbeda kelas. Pertemuan pertama mereka terjadi ditempat ini saat Kai melarikan diri dari gadis-gadis yang berebutan mengajaknya makan siang bersama. Saat itulah Kai menemukan Soojung yang duduk sendirian sambil menggambar pemandangan musim semi ditaman ini. Kai mendekatinya dan langsung memuji kemampuan menggambar Soojung begitu pertama kali melihat hasil gambarnya. Tapi saat Kai mencoba mengajak Soojung berbicara lebih banyak, ternyata gadis itu begitu menutup diri. Kai menjadi semakin tertarik dan ingin lebih mengenalnya.

“Waeyo?” Tanya Soojung pelan. “Kenapa kau merasa seperti itu? Aku bukan siapa-siapamu.” Lanjutya sambil menatap Kai.

Kai menatap lurus kedua mata Soojung, “Aku tidak suka melihat seorang wanita menangis.”

“Aku bukan wanita, tapi seorang gadis.” Sangkal Soojung. Kai mengangguk membenarkan.

“Kenapa?” Tanya Soojung lagi.

“Kau ingin tahu?” Soojung mengangguk pelan.

“Aku akan memberitahumu kalau kau menceritakan apa masalah yang membuatmu menangis, dan siapa yang membuatmu bersedih.”

Soojung mendecak sebal. “Kalau begitu tidak usah memberitahuku.” Soojung berkata dengan tenang.

“Aku melihat seorang gadis seperti aku melihat Ibuku.” Sahut Kai. “Dengan kata lain, aku memperlakukan gadis sebaik aku memperlakukan Ibuku.” Tambahnya.

“Kenapa? Apa kau pernah melihat Ibumu disakiti?” Tanya Soojung asal.

Kai terdiam. Tidak ingin memperjauh pembicaraan mengenai Ibunya.

“Sepertinya aku benar.” Putus Soojung melihat ekspresi Kai.

Kai mengalihkan pandangannya dari Soojung dan beralih melihat buku gambar milik Soojung yang baru saja direbutnya. Ia meraba permukaan kertas yang telah terpenuhi gambar pohon sakura persis seperti pemandangan didepan mereka saat ini.

Kai tersenyum dan bergumam. “Kau pasti sangai menyukai musim semi.”

“Siapa bilang?” sahut Soojung tidak terima.

“Walaupun kau tidak mengatakannya, tapi aku tahu. Buktinya kau senang sekali duduk disini dan menggambar.”

“Kau salah. Aku melakukannya hanya untuk mengisi waktu.”

“Jeongmal?”

“Ne. menurutku musim gugur jauh lebih indah.”

“Begitu rupanya. Hmm… kalau aku suka musim panas. Karena pada musim itu, gadis-gadis suka memakai pakaian mini.” Ujar Kai dengan seringai khasnya.

Soojung mendengus lalu terdiam sesaat. Tatapannya menerawang jauh kedepan. “Musim gugur adalah musim dimana aku menghirup napas didunia untuk pertama kalinya. Oktober. Sedangkan musim semi adalah musim yang merenggut nyawa satu-satunya orangyang kusayangi didunia ini.”

“Itu mustahil. Mana mungkin kau hanya menyayangi satu orang didunia ini.” Kai merasa sedikit aneh dengan sikap Soojung kali ini. Gadis itu belum pernah seterbuka ini sebelumnya. Ia merasa harus melanjutkan percakapan lebih jauh untuk lebih mengetahui tentang Soojung.

Kai merentangkan sebelah tangannya dan memberanikan diri untuk merangkul pundak Soojung dari samping. Tapi Soojung yang merasa terkejut langsung menjau dan menimbulkan jarak diantara mereka. Keduanya terdiam dan suasana menjadi canggung. “Mianhae.” Ucap Kai menyesal.

“Lain kali jangan pernah coba-coba menyentuhku lagi. Bagiku, kau bukan siapa-siapa.” Ketus Soojung.

“Soojung~ah…”

“Ehm.” Terdengar dehaman pelan dibelakang mereka. Keduanya berbalik dan langsung berdiri begitu melihat siapa yang ada disana.

“Annyeong hashimnikka Songsaengnim.” Sapa keduanya sambil membungkuk hormat pada Lee Donghae, guru seni disekolah ini. Lee Donghae tersenyum kemudian mengarahkan tatapannya pada Kai.

“Kim Jongin, bisakah kau tinggalkan kami sebentar? Aku ingin berbicara dengan Cho Soojung.”

“Apa? Ah, baiklah. Permisi.” Ucap Kai sebelum berlalu meninggalkan Donghae dengan Soojung. Kai bersembungi dibalik dinding gedung sekolah yang tidak jauh dari sana dan memperhatikan mereka.

“Akhir-akhir ini kau terlihat dekat dengan anak itu.” Ucap Donghae membuat Soojung membulatkan matanya terkejut.

“Bukan seperti itu, Songsaengnim. Dialah yang menginterupsi kegiatanku.” Ucap Soojung dengan tenang.

“Bukannya itu bagus? Jadi kau bisa sedikit mengurangi kebiasaan melamunmu itu.”

“Aku tidak melamun tapi merenung.” Ralat Soojung.

“Intinya sama saja. Lagipula Kim Jongin adalah anak yang baik. Dia tidak akan berbuat macam-macam apalagi pada seorang gadis.” Soojung hanya mengangguk tanpa berbicara lebih jauh.

“Ah, iya. Aku sudah melihat hasil gambarmu minggu lalu. Kau benar-benar berbakat. Orangtuamu pasti bangga padamu.” Donghae berkata dengan  tulus.

“Gamshahamnida, Songsaengnim. Tapi aku tidak punya orangtua.”

“Hmm… bukankah kau masih memiliki seorang Ayah?” Tanya Donghae dengan kening berkerut.

“Sekalipun aku mempunyai seorang Ayah, tapi nyatanya dia sama sekali tidak mempedulikanku. Apapun yang kulakukan, atau apa yang aku sukai, ia sama sekai tidak tertarik untuk mengetahuinya apalagi mendukungku. Jadi sama saja aku tidak memiliki Ayah.”

Selalu seperti ini. Soojung tidak pernah suka pembahasan mengenai orangtua terutama Ayahnya.

“Ah, iya. Saat ini istriku sedang mengandung anak pertama kami. Aku senang sekali.”

“Jeongmal?” Wajah Soojung yang tadinya datar berubah menjadi cerah. Donghae mengangguk pelan.

“Woah, chukkae Songsaengnim!” Soojung terpekik girang sambil meloncat kecil dan menepuk-tepukkan kedua tangannya.

“Kau senang sekali?”

“Tentu saja aku sangat senang. Aku kan tahu kalau Anda sudah meninginginkan ini sejak lama aku juga sebenarnya dari dulu ingin sekali punya adik, tapi tidak bisa.”

Kai yang melihat reaksi Soojung begitu terkejut dan tidak mempercayai apa yang telah dilihatnya. “Soojung tersenyum? Gadis dingin itu tersenyum? Bagaimana mungkin? Apa yang mereka bicarakan sampai Soojung jadi sebahagia itu?”

Donghae mengelus pelan puncak kepala Soojung. “Kau manis sekali. Aku ingin mempunyai anak perempuan sepertimu.” Ujarnya sambil menunjukkan senyum tulusnya.

“Perempuan? Bukankah anak pertama sebaiknya laki-laki?” Soojung memiringkan kepalanya heran. Membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

“Mungkin memang benar. Tapi entah kenapa aku lebih menginginkan anak perempuan.” Soojung mengangguk mengerti mendengar alasan Donghae.

“Anda harus menyayangi anak itu, agar kelak saat dewasa ia tidak menjadi sepertiku.” Gumam Soojung.

“Apa?” Soojung tersentak pelan.

“Ah, aniyo. Nanti saat anak Anda lahir, mohon beritahu aku. Aku ingin melihatnya.”

“Baiklah.” Donghae mengangguk setuju. “Kau juga boleh menganggapku sebagai Ayahmu.” Dan kalimat terakhir itu sukses membuat Soojung menganga tak percaya.

^^^

“Eomma, lihat. Aku baru saja selesai menggambar. Bagus, tidak?”

Yuri yang sedang melipat pakaian kerja Kyuhyun yang sudah selesai disetrika menoleh pada putri kecilnya yang datang dengan membawa buku gambar berukuran A3 dan menunjukkan gambar yang dibuat olehnya.

“Wah, bagus sekali. Ini pasti gambar Eomma, Appa, dan juga Soojung, kan?” puji Yuri lembut.

“Ne, Eomma. Jinjja? Benarkah bagus?”

Yuri mengangguk dan tersenyum. “Nanti Eomma bantu menempel di dinding kamarmu, ya?”

Soojung menggeleng pelan. “Tidak bisa, Eomma. Gambar ini harus di kumpulkan di Sekolah.”

“Nde? Gwaenchana. Soojung kan bisa menggambar setiap saat.” Hibur Yuri.

Soojung mengangguk cepat dan membawa buku gambarnya kembali. Saat ia melewati ruang kerja Ayahnya, ia tiba-tiba merasa bersemangat ingin menunjukkan gambar itu pada sang Ayah. Soojung mengetuk pintu tiga kali sebelum akhirnya suara Kyuhyun terdengar.

“Masuk saja, Yuri~ah… tidak perlu mengetuk pintu terlebih dahulu.”

Soojung mendadak ragu. Ayahnya pasti mengira yang datang adalah Yuri, Ibunya.

 

 

Gadis kecil itu berjinjit untuk membuka pintu perlahan. Kepalanya mengintip kedalam dan ia melihat Ayahnya sedang mengetik sesuatu di laptop sambil sesekali memeriksa beberapa berkas, mengerjakan pekerjaan kantor yang belum sempat ia selesaikan. Kyuhyun belum menyadari keberadaan putri kecilnya.

 

Soojung mendekat ke arah Kyuhyun dan memandang wajah Kyuhyun yang serius menatap laptop. “Appa…” Suara imut khas anak berusia empat tahun menyapa pendengaran Kyuhyun yang membuatnya reflex menghentikan seluruh aktifitasnya. Ia tak menyangka putrinya itu berani memasuki ruang kerjanya. Ini pertama kalinya Soojung mendatanginya ditempat ini seorang diri, tanpa Yuri.

 

“Mau apa kau kemari?” Tanya Kyuhyun ketus, terlihat tidak menyukai keberadaan putrinya disini. Nyali Soojung menciut. Perlahan ia mengulurkan buku gambarnya.

“Apa itu?”

“Songsaengnim memberiku tugas menggambar. Aku ingin Appa melihatnya sebelum dikumpulkan besok.” Soojung berujar takut-takut.

“Aku sedang sibuk, tidak punya waktu untuk melihat gambarmu” sahut Kyuhyun sambil kembali berkutat dengan pekerjaannya.

Soojung terdiam sedih. Ia ingin sekali Kyuhyun melihat hasil gambarnya. “Aku tinggalkan disini ya supaya Appa bisa melihatnya kalau nanti sudah tidak sibuk lagi.” Kyuhyun tidak menjawab. Soojung berjinjit berusaha meletakkan bukunya di atas meja.

“Aaaa!!!” Soojung menjerit merasakan panas kopi ditangannya.

“Apa yang kau lakukan!!!” teriak Kyuhyun saat mengetahui proposalnya terkena tumpahan kopi yang tidak sengaja tersenggol oleh Soojung.

 

Kyuhyun menghampiri Soojung dan mencengkram erat lengan mungil anaknya. Soojung meringis menahan sakit dilengan kanannya. Ia mulai menangis kencang. “Apa maumu sebenarnya, hah? Aku bekerja siang malam untuk

menghidupimu dan lihat apa yang kau lakukan barusan? Kau merusak berkas untuk rapat proyek penting besok untuk membuktikan pada Ayahku kalau aku bisa memimpin perusahaan. Tapi lihat, kau telah merusaknya. Kau mau ku pukul, hah? Anak kecil tidak berguna.” Kyuhyun bersiap melayangkan tangannya ke arah Soojung.

“Andwae!!!” Plak!

 

Kyuhyun sontak melotot melihat Yuri memegangi pipi kirinyya yang kini memerah. Ia tidak sadar kapan Yuri muncul dan melindungi Soojung hingga Yuri-lah yang menerima kerasnya tamparan Kyuhyun. Memanfaatkan reaksi Kyuhyun yang masih terpaku ditempat, Yuri segera menggendong Soojung dan membawanya keluar dari ruangan itu secepat mungkin. Ia memasuki kamar Soojung dan segera menguncinya begitu tahu Kyuhyun mengejarnya.

“Buka pintunya, Yuri! Aku akan menghukum anak itu. Cepat buka pintunya!” kyuhyun terus berteriak dari luar sambil memukul-mukul pintu.

 

Yuri menatap Soojung cemas sambil mengecek tubuh putrinya. “Apa ada yang terluka?” tanyanya, tapi Soojung tidak menjawab dan masih terus menangis. Seorang anak balita dibentak oleh Ayah kandungnya sendiri, tentu saja ia merasa sangat ketakutan.

 

Yuri mendekap tubuh anaknya dan mengelus lembut punggung Soojung untuk menenangkannya. “Sudah, jangan menangis lagi. Putri Eomma tidak boleh cengeng.” Bisik Yuri. Kini ia yang tak kuasa menahan tangis saat mengetahui putrinya itu menahan tangis dengan meredam suaranya pada bahu Yuri, hingga menimbulkan suara isakan tangis yang serak.

 

^^^

“Aku? Kau? Cih, bahkan Appa tidak pernah sudi menyebut namaku. Apa yang bisa kuharapkan dari seorang Appa seperti itu? Menyedihkan. Lucu sekali aku mengasihani diriku sendiri.” Soojung kembali mengingat kejadian masa kecilnya. Melihat begitu baik Lee Donghae memperlakukannya, membuat Soojung mulai membandingkan sosok guru yang diidolakannya itu dengan Ayahnya.

“Aku ingin sekali menghapusnya dari hidupku, tapi sayang sekali aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya.” Sorot mata Soojung yang tadi sempat bersinar cerah kini kembali meredup dan menampilkan wajah dinginnya seperti biasa.

“Siapa dia?” Kai muncul dengan menunjukkan ekspresi seriusnya. Ia menvegat Soojung di salah satu sudut koridor sekolah yang sepi saat Soojung hendak kembali ke kelas.

“Bukan urusanmu.”

“Aku ingin bertanya sesuatu padamu.”

“Katakan.”

“Kau. Kau yang ku tahu selama ini selalu menyendiri, bersembunyi dari dunia dan bersikap ketus pada siapapun disetitarmu, lalu…,” Kai menelan ludah.

“Lalu apa?”

“Baru kali ini aku melihatmu tersenyum. Lelucon apa yang Lee Songsaengnim ceritakan padamu hingga membuatmu tertawa seperti itu?”

Soojung memicingkan matanya tidak suka. “Aku bersikap baik jika orang itu juga baik padaku. Tidak jika mereka memperlakukanku dengan buruk.” Ucap Soojung datar.

“Aku selalu bersikap baik padamu, tapi kau tidak pernah menunjukkan senyuman itu padaku.” Protes Kai.

“Itu karena kau bersikap seolah kita sudah kenal lama. Aku tidak suka.”

“Waeyo? Kenapa kau menghindari pertemanan, tapi begitu terbuka dengan Lee Songsaengnim?” Tanya Kai lagi, ia benar-benar merasa penasaran dengan kepribadian Soojung yang sesungguhnya.

“Aku tidak ingin merasakan penghianatan, tersakiti, dan perasaan tidak nyaman semacamnya. Sedangkan Lee Songsaengnim, aku hanya berusaha membangun ikatan dengan orang dewasa Karena aku tidak bisa mendapatkannya selama ini. Dan kebetulan Lee Songsaengnimlah guru yang paling memperhatikanku disini. Dia sudah seperti seorang Ayah bagiku.” Jawab Soojung tenang, tidak ada kebohongan dalam tatapannya. “Kau puas? Aku sudah mengatakannya padamu. Kalau begitu sekarang biarkan aku pergi.”

“Tunggu!” Kai menahan pergelangan tangan Soojung. “Katakan padaku siapa orang itu. Kau pernah disakiti, kan? Beritahu aku siapa yang membuatmu menjadi seperti ini. Teman-temanmu, kah? Atau mungkin mantan kekasihmu?” desak Kai.

Soojung memandang Kai dengan tatapan menyelidik. Bagaimana mungkin lelaki yang baru dikenalnya ini bisa mempunyai ketertarikan sebesar ini kepada dirinya? Bolehkah Soojung berharap bahwa lelaki ini begitu peduli padanya?

Soojung menyeringai sinis. “Memangnya apa yang akan kau lakukan jika aku memberitahumu?” Tanya Soojung mencoba mengikuti alur yang dibuat oleh Kai.

“Aku akan melenyapkannya.” Ujar Kai bersungguh-sungguh.

“Benarkah kau akan melakukannya untukku? Sanggupkah kau membunuhnya?” tantang Soojung sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

“Dengan syarat kau harus berubah menjadi gadis manis. Dan kau juga harus bersiap dengan resikonya, yaitu merasakan kehilangan.”

“Untuk apa aku merasa kehilangan? Didunia ini, tidak ada satupun orang yang berarti dalam hidupku. Satu-satunya orang yang kusayangi sudah lama mati. Jadi terserah, apapun yang akan kau lakukan padanya, aku tidak peduli.”

Kai menggeleng tidak percaya. “Ya Tuhan, aku tidak bisa membiarkanmu terus seperti ini. Aku yakin kau bisa menjadi gadis baik yang dicintai banyak orang. Kau tidak boleh menyakiti dirimu dengan dendam masa lalu. Perasaan seperti itu malah akan menjadi beban dan menyakiti dirimu sendiri. Soojung~ah… memangnya apa yang sudah menimpamu selama ini?”

Soojung tercengang mendengar ucapan Kai. Ia piker setelah ini Kai akan menyerah dan menjauhinya, tapi sepertinya ia salah perhitungan. “Bisakah kau katakana padaku alasan sesungguhnya kau bersikap seperti ini padaku? Apa yang kau inginkan dariku?” Soojung menurunkan tangannya dan menegapkan posisi berdirinya.

Kai terdiam lama. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi masih ragu apakah ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkannya. Selang beberapa detik kemudian ia memantapkan diri untuk mengatakannya. “Awalnya aku hanya ingin mengenalmu dan berharap kita bisa berteman. Tapi… entahlah, sepertinya sekarang aku mulai menyukaimu.”

“Mwo? Kau bilang kau menyukaiku? Itu tidak mungkin. Kau pasti membohongiku.”

Kai meraih kedua tangan Soojung, mencoba meyakinkan. “Aku tidak pernah berbohong jika sudah menyangkut tentang perasaan. Aku juga tidak mengerti kenapa bisa seperti ini. Perasaan ini semakin tumbuh setiap kali aku menatapmu. Aku… Aku jatuh cinta padamu, Soojung~ah. Aku peduli padamu.”

Soojung menyentak keras tautan tangan mereka hingga terlepas. “Mendengarmu berbicara seperti itu, aku justru menjadi takut padamu. Dengar Kim Jongin. Jangan pernah bicara cinta padaku. Jangan pernah berani mengatakan hal itu lagi sebelum kau yakin pada perasaanmu sendiri. Saat ini aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan apapun. Teman dan kekasih. Aku belum membutuhkan itu sekarang. Jadi kalau kau tidak bisa, lebih baik menjauhlah dariku mulai sekarang.”

Soojung berbalik tapi Kai menarik tangannya dan mendorongnya pelan hingga punggungnya menabrak dinding. Tangan Kai menahan agar Soojung tidak dapat bergerak untuk pergi.

“Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!” mengetahui Soojung panik, Kai segera melonggarkan cengkramannya agar tidak menyakiti gadis itu. Kini ia menaikkan tangannya menuju permukaan wajah Soojung yang halus, dan berhenti dikedua pipi tirusnya.

“Jadilah kekasihku, Soojung~ah. Aku berjanji akan membuatmu tersenyum. Tidak akan kubiarkan siapapun menyakitimu.”

To Be Continue!

Annyeong… Nama saya Intan. Saat ini saya sudah menduduki kelas 12 SMK di Surabaya. Ini adalah fanfiction pertama yang saya buat. Sebelumnya saya hanya pernah menulis naskah berbentuk novel yang hanya dibaca oleh teman-teman sekolah saya. Ide ff ini muncul ketika saya mengalami sebuah masalah. Tapi karena ini fiksi, jadi nggak mirip dengan kehidupan pribadi saya. Ini juga sebagai penyegaran, karena kelas 12 ini sudah semakin sulit dan banyak tugas. Dari pada saya bingung ngerjain tugas yang sulit dan nggak selesai-selesai, dan waktu malah habis buat melamun. Mending saya tuangin dalam bentu fanfic. Hehe. Dan maaf kalau ada typo karena saya nggak ngecek lagi. Saya nggak bisa buat poster, jadi foto itu didapat dari ngobrak-abrik google. Mohon komentar demi perbaikan tulisan dimasa mendatang. Terima kasih.

Tinggalkan komentar